Langsung ke konten utama

Ziarah Menangkal Radikalisme



DI tengah berbagai media yang memberitakan Indonesia dengan situasi Islam yang mencemaskan, seorang profesor dari Australian National University (ANU), George Quinn menerbitkan sebuah buku yang seolah menampik segala citra betapa kaum Islam radikal sedang menguasai negeri.

Buku “Bandit Saints of Java: How Java’s eccentric saints are challenging fundamentalist Islam in modern Indonesia” mengungkapkan secara naratif tentang praktik ziarah di kuburan Walisanga di Jawa dan juga di pulau sekitarnya.

Tradisi ini barangali dianggap sebagai hal biasa saja bagi orang Jawa karena sudah berjalan begitu apa adanya. Meski sebagian orang Islam sendiri mengatakannya sebai bidah. Tapi bagi orang luar seperti Quinn, tradisi ziarah membawanya pada sebuah kesimpulan yang berbeda dari kebanyakan orang.

Bagi Quinn, ziarah adalah satu potret bagaimana Islam di Jawa, umumnya di Nusantara, dipraktikkan secara beragam dan dirayakan dengan segala macam perbedaan. Kecemasan tentang munculnya Islam radikal seolah-oleh hancur oleh fakta bahwa peziarah semakin menjamur.

Jutaan orang lalu lalang masuk dan keluar masjid dan kuburan yang dikeramatkan. Jumlah peziarah meningkat drastis 900 persen dibanding pada tahun 1980an. Sungguh wajah Islam yang tidak ditemukan di manapun juga. Pemandangan yang dapat menangkis kesempitan tafsir bagaimana berislam secara paripurna.

Yang sungguh mencengangkan adalah kebanyakan para peziarah adalah ibu-ibu. Kelompok yang hampir tak terlihat suaranya dalam pergulatan Islam politik di Indonesia. Gerakan para ibu muslim di Jawa ini seolah menjadi pendobrak yang senyap terhadap Islam politik yang gaduh. Begitulah, para perempuan yang selalu bergerilya dalam sunyi lewat gerakan tradisi dan budaya.

Ziarah, dengan begitu, adalah praktik yang bisa meruntuhkan pandangan orang-orang yang percaya bahwa Islam itu dijalankan (hanya) dengan satu-satunya cara. Ternyata dalam praktiknya, Islam itu beragam, berwarna-warni, penuh pesona. Di bumi Nusantara, ziarah tak akan pernah mati.[Kang Ochud]

Komentar